Kamis, 09 Juni 2011

waria..waria..waria....

om om sini om...

penggalan Lirik dari penyanyi senior benyamin makin mengakrabkan kata "Banci" di telinga dan bukan hanya lagu tetapi juga wujud aslinya yang kian marak menghiasi jalan besar di ibukota. nggak cuma berlomba tampil cantik, para waria juga berusaha nunjukkin kalo mereka punya skill. Sebut saja Merlyn Sopjan, seorang penulis buku "Jangan Lihat Kelaminku". Waria lulusan Institut Teknologi Nasional Malang ini pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif Kota Malang mewakili Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia pada 2003. Waria cantik kelahiran Kediri ini bahkan dianugerahi gelar Doktor HC dari Northern California Global University Amerika karena keterlibatannya sebagai aktivis sosial HIV/AIDS. Ketua Ikatan Waria Malang yang pernah menjadi Ratu Waria Indonesia 1995 ini akan mengikuti kontes Miss Internasional Waria di Thailand November mendatang. ( Suara Merdeka, 12/05/2005 ).
Inilah aksi dan prestasi dari para pria cantik ini demi mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Sebab seperti yang udah sering diberitakan media massa, negeri kita yang dihuni mayoritas muslim ini masih banyak yang belum bisa menerima keberadaan mereka. Maklumlah, perilaku dan dandanan mereka yang menyerupai wanita, terlihat ganjil jika mengingat statusnya sebagai lelaki. Gagah gemulai, cantik berotot, tentu dengan gaya bicara yang dibuat segenit mungkin. Kok bisa ya? Makanya kita cari tahu. Yuk!

 “Kami tak pernah meminta dilahirkan sebagai waria” . Dengan mendandani diri seperti perempuan, ia mendapatkan kenikmatan batin yang begitu dalam. Ia seolah berhasil melepas beban psikologi yang selama ini masih memberatkannya, tutur Ario Pamungkas alias Merlyn Sopjan (Republika, 29/10/2004).
boleh jadi pada diri laki-laki terdapat sisi feminin yang Allah anugerahkan. Tapi nggak lantas dengan alasan itu, laki-laki dibolehkan jadi waria. Karena pada hakikatnya, seperti penuturan Prof. Dr. Koentjoro, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn Sopjan ( Republika, 29/10/2004 ).

beda lagi kalo Waria di bugis yang sering disebut bissu, Umumnya Bissu ini adalah waria yang dalam bahasa Bugis disebut Calabai (Makassar: Kawe-kawe). gerakan, gaya berbicara, bahkan cara berpakaiannya mirip perempuan, tetapi yang perlu kita ketahui bahwa tidak semua waria di bugis adalah bissu, hanya waria yang telah ditasbikan (irebba) terlebih dahulu yaitu dalam keadaan trans (kesurupan) atau dengan kata lain dirasuki dewa atau roh leluhur maka seorang waria akan resmi sebagai Bissu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar